Rabu, 29 Oktober 2014

Resensi Novel No Jodoh We Cry


Artikel ini saya buat untuk memenuhi tugas bahasa indonesia ketika saya masih sekolah di MAN 1 Model Kota Bengkulu, mohon digunakan sebaik-baiknya. Terima kasih. 
 
Resensi Novel No Jodoh We Cry


By : Muhammad Khalish Hafizh

Identitas
Judul : No Jodoh We Cry
Pengarang : Tita Rosianti
Editor : Gita Romadhona
Desainer sampul : Bintang Alleyosha Mahacakrie
Ukuran 13 x 19 cm
Cetakan pertama : 2008
Jenis Buku : Komedi Cinta
Penerbit : Gagasmedia
Terbit Tahun : Oktober 2008
Tebal : 217 halaman
Harga : Rp.35.000

Kepengarangan : Tita Rosianti

Lahir di Rumah, 26 tahun lalu, dengan bantuan dukun beranak bernama mak Onah. Dan dalam usia tiga hari, sudah punya seekor kutu di kepalanya, yang ironisnya, ditulari oleh sang dukun beranak. Kini, 26 tahun kemudian, setelah menimba ilmu hingga mencapai bangku kuliah, menganggur dan lebih memilih menjadi ibu rumah tangga, sang penulis sendiri sudah bisa berproduksi dan punya seorang putra. Untungnya nasib sang anak, jauh lebih baik dari sang ibu. Lahir di Rumah Sakit, dan tidak ditulari kutu.
Maka sekarang, selain menulis novel, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, tidur siang, dann ngupil, penulis punya job-desk baru. Menjadi seorang ibu. Buku ini merupakan buku keempatnya,setelah Freya Valkrye (Gagasmedia, 2006), Brondong, nyebelin tapi ngangenin?! (Gagasmedia,2007), novel adaptasi Kawin Kontrak (Gagasmedia, 2008).
Contact : tita_rosianti@yahoo.com



Sinopsis novel, Selama, ini Lavin, Pia, dan Yupi seneng-seneng dengan status single mereka. Tapi suatu saat karena terpicu perasaaan cemburu ngeliat temen-temennya pada punya gandengan semua, Pia dan Yupi jadi pengen pacaran juga. Mereka bertiga sepakat untuk mencoba pacaran. Semua, termasuk Lavin yang awalnya nolak banget, harus PeDeKaTe dan ngerasain sendiri kayak gimana rasanya pacaran.
Mereka bertiga adalah pecinta kebebasan, pecinta damai, pecinta bubur ayam plus kopi panas. Pecinta sepak bola dan pingpong. Mereka juga pecinta reagae, terutama Bob Marley. Rasa suka itu bukan semata-mata karena rambut rastanya. Bagi mereka bertiga, Bob Marley mempunyai arti lebih dari sekedar style.
      Mereka mencintainya, bukan karena dia pionir dari musik reggae Jamaica, bukan pula gara-gara musiknya begitu memengaruhi gerakan politik independen orang-orang kulit item. Kalo orang ngenggep sikap tergila-gila kami pada Bob Marley hanya  karena rasa simpati belaka, itu jelas salah. Pasalnya, Bob Marley, kan mengidap penyakit kanker dan mati usia yang terbilang muda.
      Mereka juga bukan suka Bob Marley karena gara-gara kalimat khas yang sering dibilang sama para reggaers. “Oo.. yo man..., “ ”Peace yo man...,” “Mantap, maan.”
      Alasan kami mencintai Bob Marley hanya satu :
      Ia pencetus moto, “No Woman No Cry”.
Moto yang sangat berarti bagi mereka bertiga-para jomblo lapuk, yang belum pernah pacaran sekali pun, dan sulit melakukan pendekatan pada lawan jenis. Kami jadi yakin, tak punya pacar bukanlah akhir dari dunia.
Itu titik awal dari serentetan kecintaan mereka pada Bob Marley.
A motto.
Dengan moto tersebut, seberat apa pun hidup, mereka tetep survive meski berstatus lajang dan sedang mengacu ke arah gak laku. Namun sayang, kekuatan mereka itu seminggu sekali akan hilang, hal itu karena sebuah hari yang tabu bagi “jojoba” alias jomblo-jomblo basi. Yup, Sabtu. Di hari itu, mereka selalu mengalami Saturday Night Fever (SNF), alias Demam Malam Minggu.
What a worse day!!
Untuk menghindari meriang yang satu ini, setiap sabtu mereka berkumpul. Di sebuah warung kopi.
Mereka memupuk persatuan agar kuat menghadapi perasaan sedih, plus sakit hati, karena menjadi makhluk tak laku. Mereka juga saling meyakinkan, tak perlu mencemaskan malam Minggu dilewati tanpa pacar. Bahwa jomblo itu bukan hal nista.
     Seperti malam minggu ini.
Mereka bertiga berkumpul di warung kopi. Judul Mekar Sari tertera di spanduk kain yang menghiasi wajah depan warung. Biasanya, warunng ini kami sebut burjo (bubur kacang ijo) Mas Blek (baca: Black), base camp-nya geng SNF. Burjo mungil ini terletak di daerah Petojo Selatan, deket Kali Cideng. Meskipun kecil, burjo yang satu ini selalu memberikan rasa nyaman, aman, dan santai. Tapi, yang paling penting, nih, bisa ngutang.
Dan saat berkumpul, Yupi yang sedang jenuh karena tidak pernah memiliki pacar sekalipun. Memiliki sebuah ide untuk mencoba mencari pacar, dan Yupi mengajak Pia, dan Lavin. Pia sihh setuju tapi Lavin mati-matian untuk menolaknya, karena Lavin sudah pernah merasakan sakit hati karena cowok.
Tapi dengan alasan yang bertubi-tubi akhirnya ide gila Yupi di sepakati oleh Lavin, dengan alasan ingin mengetahui apa rasanya pacaran? Apakah menyakitkan seperti kata orang-orang? Atau sebaliknya?
Di minggu pertama, mereka bertiga memulai aksinya, dengan menggunakan pedoman buku paririmbon milik Yupi.
Lokasi pertama mereka untuk mencari pacar yaitu di Warnet, menurut Yupi warnet adalah salah satu cara orang untuk berkomunikasi. Jadi, gak salah kalau mereka bisa dapat pacar melalui internet. Dan Yupi pun berhasil, dia dapat kenalan cewek melalui internet dan langsung diajak ketemuan di sebuah Mall yang jauh dari tempat tinggal mereka, tapi demi ketemu dengan cewek itu jarak tidak jadi masalah bagi Yupi. Dan nasib buruk dialami Pia dan Lavin yang gagal mendapat kenalan.
Dan keesokan harinya di Mall Taman Anggrek, Yupi pun bertemu dengan kenalan barunya walaupun sudah menunggu dengan sangat lama. Tapi, Yupi pun bahagia karena kenalan barunya itu sangat cantik.
Lokasi kedua didatangi oleh mereka, dengan harapan Lavin dan Pia berhasil mendapatkan gebetan. Dan lokasi kedua itu adalah perpustakaan kampus Yupi, menurut Yupi pasangan yang baik itu adalah orang yang pintar. Lalu, mereka bertiga pergi kesana dan ditambah oleh adeknya Lavin yaitu Marvin. Disana mereka merasa bosan karena mereka bertiga bukan tipe orang yang suka membaca buku. Namun, Lavin pun bertemu seorang lelaki yang tampan, tapi sangat cuek. Lavin terus memandang lelaki itu tapi laki-laki itu hanya membalas tatapan sinis.
Setelah lama menunggu, Lavin teringat dengan Marvin. Tapi Marvin telah menghilang entah kemana, mereka pun mencari Marvin, setelah 2 jam Pia, dan Yupi merasa kelelahan. Dan mengajak pergi ke kantin kampus untuk membeli minum, dan ternyata di kantin itu ada Marvin yang sedang makan, dan di temani oleh seorang laki-laki yang tidak lain adalah laki-laki cuek yang ditemui Lavin di Perpustakaan tadi.
Mereka pun berkenalan dan laki-laki itu memberikan nomor ponselnya kepada Lavin supaya bisa saling menghubungi. Dan Lavin pun sangat senang, karena tidak menyangka akan mendapat kenalan yang ganteng dan baik, walaupun sedikit cuek.
Lavin dan Yupi sudah mendapat kenalan sekarang tinggal Pia yang belum, secara karena Pia memiliki selera cewek yang tinggi tapi dia tidak pernah berkaca kepada dirinya yang memiliki wajah pas-pasan.
Saat Pia ingin pergi ke kampus, tiba-tiba motornya mogok dan dia menelpon Lavin untuk meminta pertolongan. Tapi saat dia sedang duduk di pinggir jalan, ada sekelompok cewek cantik yang sedang jalan dan salah seorang cewek itu berkata kepada temannya “ehh Din, loe kok nggak mau pacaran padahal loe kan cantik”, temannya pun menjawab “gak ahh,, cowok itu cuma bisa nyaikitin hati”, dengan spontan Pia menjawab tanpa rasa malu “ehh mbak, gak semua cowok yang kayak gitu”. Tapi cewek itu menjawab dengan santai “lagian siapa sihh yang ngobrol sama kamu?”. Dan Pia pun sadar, dengan apa yang barusan dia lakukan, dia merasa bahwa dia baru melalakukan hal terbodoh didunia.
Wanita-wanita itu pun pergi meninggalkan Pia, tapi Pia mengikuti mereka, dan alangkah terkejut Pia saat tahu bahwa mereka satu kampus dengannya. Pia pun datang menghampiri mereka, dengan wajah memelas dan meminta maaf dengan perkataan dia di jalan tadi.
Tapi lama kelamaan mereka pun semakin dekat. Sampai suatu hari Pia mengajak Lavin dan Yupi untuk ikut casting sebuah film tentang zaman Kerajaan. Mereka disana di tugaskan untuk menjadi pemeran pembantu dengan menggunakan sanggul. Akting pun dimulai, Lavin dan Yupi menjadi tukang penjual buah dan Pia jadi warga.
Setelah selesai akting, Pia pun menyamperin Lavin dan Yupi, dan meminta izin untuk pergi ke kamar ganti sebentar. Tapi setelah lama menunggu dan Pia tidak muncul juga. Dan akhirnya Pia menghubungi mereka dan meminta maaf karena dia sudah pulang dluan dengan teman ceweknya. Lavin dan Yupi pun sangat marah. Dan mereka saling bermusuhan dengan Pia. Lalu Lavin pun menyalahkan Yupi karena idenya lah mereka jadi bermusuhan. Setelah sekian lama bermusuhan. Muncul niat untuk berbaikan karena Yupi telah merasakan sakit hati karena wanita yang menjadi pacarnya itu adalah seorang janda, dan si Pia juga putus dengan pacarnya karena pacarnya selalu melarang Pia untuk bermain bersama sahabat-sahabatnya. Akhirnya mereka kembali berbaikan tapi Lavin masih dekat dengan teman cowoknya, dan kakak si Lavin yaitu Kevin tidak senang kalau Lavin dekat dengan laki-laki itu, karena Kevin tau bahwa Laki-laki itu sudah punya istri yang tidak lain adalah teman dekat si Kevin.
Kevin berencana untuk memberitahu Lavin tentang laki-laki itu, dan dia meminta tolong kepada Pia dan Yupi, mereka pun membuat sebuah rencana yaitu, mempertemukan laki-laki itu dengan istrinya di depan mata Lavin.
Dan rencana itu pun dilakukan dan berjalan dengan lancar, tapi tidak sesuai rencana Lavin pun merasa sakit hati dan sangat marah kepada Kevin, Pia dan Yupi.
Satu bulan telah lewat, mereka masih saling bermusuhan. Dan pada akhirnya Lavin memutuskan untuk pergi ke Warung Mas Blek untuk menghilangkan beban pikiran. Tapi saat tiba disana, dia melihat Kevin, Yupi dan Pia sedang berbincang Warung Mas Blek. Lavin pun duduk, suasana di sana menjadi tegang. Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya Lavin memulai pembicaraan dan meminta maaf kepada mereka. Dan akhirnya mereka saling memaafkan, dan gang SNF bersenang-senang lagi, tapi dengan ditambah oleh anggota baru yang tidak lain adalah kakak Lavin sendiri yaitu Kevin.
Dan mereka mengambil kesimpulan, bahwa lebih baik menunggu jodoh dari pada harus pacaran yang bikin sakit hati.

Penilaian
·         Baik : karena novel ini mengajarkan kita bahwa persahabatan lebih penting dari pacaran. Dan jangan suka bermusuhan. Dan novel ini banyak komedinya, sehingga tidak bosan membacanya.
·         Buruk : karena di novel banyak menggunakan bahasa kasar dan kata-kata sarkasme.

Penilaian Sampul, Sampulnya bagus dari warnanya yang cerah yang bergambarkan 4 kepala orang yg sedang melihat keatas diatas kartu bridge. Dan terdapat tulisan No Jodoh We Cry..
Sehingga membuat para pembaca penasaran, penasaran kepada 4 kepala orang di atas kartu bridge, apa maksud dari cover itu. Yang membuat orang lebih ingin membacanya.
Bahasa Menggunakan bahasa tidak baku (bahasa Gaul) dan banyak mengunakan bahasa yang kasar. Contoh : gue, loe, kampret. Dan juga banyak menggunakan istilah yang biasa dipakai oleh anak-anak gaul. Contoh : Ogahh.

Unsur Intrinsik :
Tema : Kisah tiga orang jomblo yang ingin tahu rasanya pacaran.Amanat : jangan karena pacar kita lupa kepada sahabat-sahabat kita.
Penokohan
Lavin : Egois, keras kepala. Karena Lavin memiliki sikap mudah marah, tanpa pikir panjang. Contohnya saat dia marah dengan Kevin yang memberitahu kepadanya bahwa Edwan itu adalah suami orang. Pia : Baik, egois, jahil. Karena dia orangnya selalu mengganggu Lavin dan Yupi, dan baik karena, dia lebih memilih sahabat dari pada pacarnya. Yupi : Baik, tulalit. Orangnya baik, suka mentraktir orang, dan sedikit tulalit karena sering tidak nyambung dengan pembicaraan. Kevin : Baik, sedikit kasar. Baik karena dia ingin memberitahu adiknya bahwa Edwan itu punya istri. Marvin : Nakal. Karena dia selalu mengganggu Lavin, dan menyuruh-nyuruhnya.
Alur : Mundur
Karena pada novel ini, di awali oleh rencana Yupi untuk merasakan pacaran, hingga mereka semua mendapat pacar, tapi akhirnya merasakan sakit hati dan mereka yakin bahwa menunggu jodoh lebih baik.

Setting/Latar
Tempat : warung Mas Blek, Perpustakaan, Mall Taman Anggrek, pinggir jalan, Kampus Pia, rumah Lavin, tempat kos Yupi, dll.
Waktu : Malam hari, pagi, siang hari.
Suasana : haru, tegang, sedih, bahagia.

Ajakan/sasaran dan saran
Sasaran : novel ini cocok untuk di sampaikan kepada anak-anak muda dan remaja yang jomblo dan lagi sibuk-sibuknya dengan istilah GALAU. Karena mengapa, dalam novel ini terdapat pesan bahwa tidak ada pacar tidak masalah.
Saran : sebaiknya kata-kata kasarnya dikurangi, dan kata-kata menghina untuk tidak di gunakan. Karena itu dapat ditiru oleh anak-anak zaman sekarang.

Tujuan Resensi
Untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia yang di berikan guru, dan supaya mengerti cara membuat resensi pada Novel. Sekaligus melatih kita untuk mengetahui inti dan pokok pikiran dari sebuah novel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar